Rabu, 29 Juli 2020

Manajemen Perusahaan Lebih Simpel dengan Sofware Payroll

Sejak pandemi Corona yang disebabkan oleh virus COVID-19 melanda seluruh dunia, dampaknya terlihat di berbagai bidang. Mulai dari bidang pendidikan, sosial budaya, dan ekonomi. Salah satu penyebabnya adalah karena kebijakan pemerintah untuk melakukan social distancing atau pembatasan kegiatan sosial. Pembatasan kegiatan fisik dàn sosial secara besar-besaran pun dilakukan di berbagai kota, untuk memutus rantai penyebaran virus. 

Proses Perhitungan Gaji Karyawàn
Credit: pexels.com

Hampir empat bulan berlalu sejak kasus pertama ditemukan awal Maret di Depok, kondisi perekonomian Indonesia berada pada titik memprihatikan. Ribuan perusahaan melakukan berbagai manuver demi menyelamatkan perusahaan. Mulai dari pembagian shift kerja yang lebih sedikit, pembatasan jam operasional atau jam kerja, pembatasan jumlah produksi, hingga di titik paling akhir adalah melakukan pengurangan karyawan. 

Dengan situasi yang tidàk biasa ini, akan sàngat memusingkan jika administrasi karyawan masih menggunakan sistem manual. Betapa sibuk staf HRD perusahaan saat menghitung gaji karyawan berdasarkan gaji pokok, uang tunjangan, uang lembur, ataupun uang bonus. Seperti saat pàndemi seperti sekarang, ada perusahaan yang menetapkan jam kerja bergantian pada karyawannya. Seminggu masuk, dan seminggu kemudian libur. Bisa dibayangkan kerepotan menghitung gaji mereka berdasarkan absensi kehadiran. Apalagi jika karyawan perusahaan yang diurus mencapai ratusan atau ribuan orang. 

Sebenarnya sudah banyak perusahaan yang menggunakan absensi sidik jari. Akan tetapi, absensi sidik jari dirasa kurang efektif. Ini karena absensi sidik jari hanya dapat memverifikasi kehadiran, tidak dapat mengolah data dan informasi lainnya. Sehingga staf HRD sulit memantau dan mengontrol aktivitas karyawan. Seperti penjadwalan, pembagian shifting, dan juga hal administratif lainnya. Akhirnya dipilih solusi praktis yang dapat digunakan yaitu dengan menggunaan sofware absensi

  
Akan tetapi, sofware absensi diharapkan memiliki konektivitas dengan perhitungan gaji. Ini untuk memudahkan pekerjaan staf HDR, saat menghitung dan membayar gaji karyawan. Sebuah perusahaan yang sedang berkembang, sebaiknya menggunakan payroll sebagai sofware absensi.

Memasuki era industri 4.0 hampir semua bidang mengalami perubahan, dari konvensional menjadi digital. Perusahaan-perusahaan mulai berbenah diri. Membenahi sistem mereka, agar kinerja perusahaan menjadi maksimal. Salah satu yang mereka lakukan adalah dengan menggunakan sofware payroll

Apa sih Payroll
Payroll adalah sistem administrasi untuk proses perhitungan gaji karyawan. Dengan menggunakan sofware payroll, sistem penggajian ini berlangsung lebih mudah, sehingga pekerjaan staf HRD menjadi lebih ringan. 

Payroll merupakan sistem administrasi penggajian perusahaan untuk karyawan atau pegawai secara lebih mudah. Sistem payroll memudahkan pekerjaan rutin staf HRD setiap bulannya dalam menghitung gaji yang harus dibayarkan dan dihitung berdasarkan gaji pokok, tunjangan transport, uang makan, dan uang lembur. 


Kelebihan Sistem Payroll
Apa saja kelebihan yang dimiliki sofware payroll, sehingga perusahaan disarankan untuk menggunakannya? Di antaranya adalah sebagai berikut:

Terintegrasi dengan Absensi
Oleh karena sistem payroll berbasis aplikasi, maka staf HRD lebih mudah melihat kinerja karyawan dalam satu bulan. Sofware payroll yang terintegrasi dengan absensi, membuat perhitungan gaji menjadi lebih mudah. Karyawan yang tidak masuk kerja, akan tercatat dalam sistem yang sekaligus melakukan perhitungan terhadap gajinya. Termasuk jika ada tunjangan lain, bonus, uang makan, dan upah lainnya. Oleh karena itu, sebelum menggunakan sofware payroll, perusahaan harus terlebih dahulu memasukkan besaran gaji pokok, uang lembur, dan hal lainnya yang memudahkan dalam proses penghitungan gaji karyawan. 

Hemat Waktu dan Tenaga
Penggunakan sofware payroll ini juga bisa membuat perusahaan melakukan penghematan tenaga kerja. Jika perhitungan gaji secara manual membutuhkan lebih banyak karyawan HRD, maka dengan menggunakan sofware payroll, staf HRD cukup 1-3 orang saja. Secara waktu pengerjaan juga akan lebih hemat, sehingga perusahaan tidak perlu membayar upah lembur bagi staf HRD jika menjelang hari gajian. 

Dengan adanya sofware payroll, diharapkan akan memudahkan pekerjaan stàf HRD perusahaan, sehingga kinerjanya bisa lebih maksimal lagi. Bagi perusahaan pun, penggunaan aplikasi payroll merupakan bentuk kemajuan teknologi informasi yang bisa memangkas waktu dan tenaga. Semoga makin banyak perusahaan yang menggunakan sofware payroll. 

Review Film: The Royal Tailor

Review Film (Spoiler Alert)
Judul Film: The Royal Tailor
Rilis: 24 Desember 2014 (Korea Selatan)
Sutradara: Lee Won-suk
Pemain: Han Suk-kyu, Go Soo, Park Shun-hye, dan Yoo Yeon-seok.
Durasi : 2 jam 7 menit


Royal Tailor 

Nominasi: Penghargaan Seni Baeksang untuk Best Supporting Actor, Penghargaan Grand Bell untuk Aktor Pendukung Terbaik, Grand Bell Award for Best Cinematography, Grand Bell Award for Best Lighting, Grand Bell Award for Best Sound Recording

Penghargaan: Penghargaan Seni Baeksang untuk Kategori Film: Aktris Populer, Penghargaan Grand Bell untuk Penata Artistik Terbaik, Grand Bell Award for Best Costume Design.

*************

Pernahkah terpikirkan oleh kita, bahwa ada bahan pakaian atau model pakaian tertentu yang hanya boleh dipakai oleh satu golongan saja? Ternyata ada, loh. Bahan itu adalah sutra. Zaman Dinasti Joseon, kain sutra hanya boleh dipakai oleh kalangan bangsawan dan raja. Oleh karena itu, orang-orang pada masa itu berusaha sekuat tenaga dengan berbagai cara, agar bisa mendapat gelar bangsawan dari raja.

The Royal Tailor bercerita tentang persaingan dua penjahit pada masa Dinasti Joseon. Jo Dol-Seok adalah seorang penjahit kerajaan yang telah mengabdi selama 30 tahun. Ia bertanggung jawàb menjahit pakaian untuk raja dan ratu. Sebuah posisi yang sangat terhormat.
Jo Dol-Seok berasal dari kasta terendah, dan dilatih menjadi penjahit sebagai budak belian. Ia belajar dengan keras agar bisa menjadi penjahit pakaian keluarga kerajaan dan berharap mendapat gelàr bangsawan karena pengabdiannya. Salah satu alasannya agar bisa menggunakan pakaian dari sutra yang indah dan mahal. Yup, zaman itu kasta seseorang terlihat dari pakaian yang digunakannya.

Jo Dol-Seok menganggap dirinya adalah desainer terbaik pada masa itu. Suatu ketika, datang seorang penjahit muda yang urakan dan flamboyan, yang berhasil memperbaiki baju kebesàran raja dalam waktu 24 jam. Jo Dol-Seok merasa posisinya terancam. Le Gong-Jin, sang penjahit urakan tersebut, memiliki ide-ide unik untuk desainnya. Hampir semua orang ingin menggunakan rancangannya. Gong-Jin selalu ada ide membuat pakaian yang cocok dengan pemakainya. Para wanita kelihatan cantik dan seksi dengan pakaian karyanya. Begitupun dengan para lelaki, dengan pakaian yang diukur sesuai dengan ukuran badan mereka. Pada zama itu, pakaian masih dibuat dengan satu ukuran. Sehingga ada yang kebesaran atau kekecilan.

Film yang bergenre kolosal ini sangat menarik. Saya yang sangat menyukai sejarah, semakin tertarik dengan film ini, karena ada sejarah dunia fesyen-nya. The Royal Tailor ini tidak hanya mengangkat kisah percintaan raja dan ratu, serta intrik perebutan posisi ratu, melainkan juga mengangkat kisah penjahit pada masa Joseon.

Dinasti Joseon dikenal dinasti yang menjadi cikal bakal budaya, teknologi dan berbagai perkembangan lainnya. Para penjahit kerajaan ini berkarya dengan alat-alat sederhana. Mereka tidak menggunakan buku sketsa untuk membuat pola, tidak menggunakan meteran untuk mengukur, tidak ada mesin jahit maupun mesin bordir.

Mereka mengambil ukuran dengan menggunakan benang, dan menjahit dengan tangan. Bahkan bordiran dengan benang emas yang berkilauan dan mewah itu dikerjakan dengan tangan. Terlihat tangan penjahit yang terluka dan kapalan, karena sering menarik benang. Ketika Jo Dol-Seok mendobrak kediaman Gong-Jin, ia kaget dengan kecerdikan Gong-Jin yang menggunkan sketsa pola untuk setiap desainnya.

Dunia fashion selalu menarik untuk di tonton. Saya selalu takjub dengan ide orang-orang yang bekerja di dunia fashion. Di berbagai artikel yang saya temui, ternyata di abad pertengahan, hanya perempuan bangsawan ynag menggunakan pakaian dalam. See, pakaian dalam saja dibatasi penggunaannya. Apalagi pakaian luar atau gaun pesta. Kelihatan sekali perbedaan kasta-nya. Beruntung kita hidup zaman sekarang, bisa beli gamis brand apa saja asalkan ada uangnya.

Ketika Gong-Jin membuatkan sebuah baju untuk Ratu, banyak orang yang menyukainya. Mereka pun minta agar dibuatkan baju yang sama, tentu dengan bahan yang beda. Boleh dibilang, ratu merupakan trend setter fashion pada masa itu. Seorang selir yang ingin merebut kekuasaan ratu, memanfaatkan hal ini sebagai black campaign.

Padahal trend fashion itu terjadi sepanjang waktu. Tahun 1560, saat Ratu Elizabeth I mendapatkan hadiah stoking sutra, dan mulai sering memakainya. Masyarakat pun ikut-ikutan menggunakan stoking. Fashion ini tidak hanya menyebar di wanita Inggris saja, bahkan sampai ke seluruh Eropa hingga akhirnya ke Asia.

Seperti halnya Mary Phelps Jacob, yang berkreasi dengan saputangannya untuk menciptakan bra, di tahun 1914. Penemuan ini merupakan sebuah fesyen saat itu yang diikuti oleh banyak wanita.

Saya gregetan ketika raja yang berhasil dihasut selir menganggap bahwa ratu membawa aib bagi kerajaan, karena model pakaiannya ditiru rakyat. Duh, raja kudet banget, sih. Justru bagus kalau ratu menjadi trend setter fesyen. Berarti ratu adalah orang yang diakui kecantikannya oleh rakyat.

Kalian yang penasaran dengan proses pembuatan pakaian zaman Joseon, bagaimana proses pencarian warna baju, bolehlah luangkan waktu selama dua jam, tujuh menit untuk menyaksikan film The Royal Tailor ini. Dijamin film-nya tidak membosankan. Saya selalu takjub dengan cara Gong-Jin menemukan ide untuk desainnya, dan cara ia menentukan warna pakaian ciptaannya. Bahkan, Go-Jin mencari dan meramu warna yang belum ada, loh. Tak heran, pakaian yang digunakan ratu saat ada jamuan kerajaan, berhasil mengundang decak kagum orang yang melihatnya. Bagaimana karier Gong-Jin selanjutnya? Dan, apakah Jo Dol-Seok berhasil menjadi bangsawan seperti cita-citanya? Cuss, nonton aja. 😍

********

#NAD_30HariMenulis2020
#Hari_ke_14
#NomorAbsen_118
Jumlah kata: 794

Referensi:
https://www.idntimes.com/hype/fun-fact/mirqotul-aliyah/dinasti-joseon-c1c2/5
https://m.brilio.net/film/10-drama-korea-kolosal-diangkat-dari-kisah-nyata-190429r.html
https://www.liputan6.com/global/read/2673440/seperti-ini-10-bentuk-pakaian-dalam-unik-pada-masa-lalu

Kamis, 02 Juli 2020

Review Buku Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela

Judul : Totto Chan–Gadis Cilik di Jendela
Penulis : Tetsuko Kuroyanagi
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 272 Halaman


Buku Totto-chan, koleksi Bun

Saat ikut kompetisi Duta Parenting Center ynag diselenggarakan tahun 2014 silam, saya mendengar tentang buku Totto-chan. Teman-teman yang bergelut di bidang pendidikan dan parenting, berulang kali membahas isi buku ini.

Sejak saat itu, saya pun berburu buku Totto-chan. Baik secara online maupun offline dengan mendatangi toko buku setiap kali ada kesempatan nge-mall. Hingga suatu hari di 2018, saat menemani Dani (sulung kami) yang harus menjalani perawatan di RSCM, saya berkesempatan main ke Taman Ismail Marzuki. Ada pertunjukan teater waktu itu. Lumayan, menepi sejenak dari urusan obat dan pemeriksaan medis. Saya menemukan Totto-chan di salah satu rak toko buku di sana.

Asyikk, akhirnya dapat juga buku Totto-chan. Ternyata ada drama lagi sesudahnya, gaes. Besoknya kita check out dari hotel yang dekat RSCM, si Totto-chan ketinggalan di kamar hotel. Untung, petugas hotelnya baik. Bukunya disimpan dan saya ambil lagi dua hari kemudian. Yup, kita menginap lagi di sana karena Dani harus menjalani pemeriksaan medis lagi.

Mengapa sih, kok ngebet banget baca Totto-chan?
Saya penasaran, mengapa buku ini direkomendasikan oleh banyak teman? Menurut mereka, Totto-chan ini penuh inspirasi tentang dunia pendidikan. Bagaimana bapak kepala sekolah Sasuke Kobayashi menghadapi anak didiknya yang istimewa.

Totto-chan adalah nama kecil dari sang penulis yaitu Tetsuko Kuroyanagi, dan buku ini menceritakan pengalaman masa kecil Totto-chan bersekolah.

Kisah diawali dengan perjalanan Mama dan Totto-chan ke sekolah baru. Totto-chan tidak mengerti, mengapa ia harus pindah sekolah. Ia tidak tahu kalau pihak sekolah menghubungi Mama dan mengatakan bahwa mereka tidak sanggup lagi mengajar Totto-chan. Jadi, sebenarnya Totto-chan dikeluarkan dari sekolah saat kelas 1 SD!

Membaca halaman demi halaman Totto Chan membuat saya tertawa. Bagaimana tidak? Begitu banyak "kenakalan" Totto-chan sehingga gurunya kewalahan menghadapinya. Sekolahnya yang lama memiliki meja seperti peti yang tutupnya dibuka ke atas. Totto Chan sangat tertarik dengan meja ini, hingga membukanya berulang kali selama pelajaran. Hal ini membuat ibu gurunya pusing. Belum lagi kelakuannya yang sering berdiri di jendela dan memanggil tukang musik jalanan. Bu guru harus bersabar dengan segala kegaduhan yang diciptakan Totto Chan.

Sekarang Mama mengantarkan Totto Chan ke sekolah yang baru. Sekolah ini bernama  Tomoegakuen. Gerbangnya berupa dua batang kayu hidup, yang ada batang dan daunnya. Satu hal yang membuat Totto-chan senang adalah kelasnya berupa gerbong kereta. Bukankah ia bercita-cita menjadi penjual karcis kereta? 

Mama khawatir kalau Totto-chan tidak akan diterima di sekolah yang baru. Oleh karena itu, Mama mengatakan kepada Totto-chan agar sopan ketika bertemu dengan Kepala Sekolah. Ternyata, kepala sekolah menyuruh Mama pulang dan meninggalkan Totto Chan. Bahkan, kepala sekolah bersedia mendengarkan cerita Totto Chan selama 4 jam penuh! Suatu hal yang tidak pernah dilakukan gurunya yang dulu. Mereka mungkin tidak mengira seorang anak usia 7 tahun mempunyai begitu banyak hal untuk diceritakan.

Di kelas Totto Chan ada 9 orang anak. Uniknya di sekolah gerbong ini pelajaran anak-anak dalam satu kelas tidak sama. Guru memberi kebebasan pada anak, pelajaran apa yang mau mereka pelajari hari ini.

Saat jam makan siang di sekolah, kepala sekolah meminta orang tua menyiapkan menu “Sesuatu dari pegunungan dan sesuatu dari laut”. Kalau ada bekal seorang anak yang hanya membawa salah satunya saja, maka kepala sekolah akan meminta isterinya buat melengkapi menu tersebut.

Salah satu ide cemerlang dari kepala sekolah adalah saat pelajaran jalan-jalan. Anak-anak tentunya sangat menyukai jalan-jalan, bukan? Di Tomoe, guru akan menjelaskan banyak hal saat pelajaran jalan-jalan. Secara tidak sadar, anak-anak telah belajar sejarah, sains, biologi, dan lain-lain.

Ketika ada info tentang penambahan gerbong sekolah, Totto-chan dan teman-temannya penasaran bagaimana gerbong tersebut diangkut. Mereka minta izin orang tua masing-masing untuk menginap di sekolah. Ketika gerbang tersebut datang, akhirnya mereka tahu, bahwa di dunia ini ada Trailer besar yang ditarik traktor milik bengkel kereta api. Ahh, keren sekali.

Di musim libur, Totto-chan akan berkemah. Ia bahkan tidak bisa tidur ketika memikirkannya. Awalnya orang tua sempat khawatir. Akan tetapi kekhawatiran itu sirna setelah mereka mengetahui bahwa anak-anak akan berkemah di aula sekolah Tomoe.

Mr. Sasuke selalu menemukan cara unik untuk mengatasi "kenakalan" Totto-chan dan teman-temannya. Ketika pakaian anak-anak sering robek karena merangkak di bawah pagar, alih-alih melarang, malah menyarankan anak-anak agar menyiapkan pakaian yang paling usang.

Ketika membaca lembar demi lembar buku Totto-chan, saya merasa menemukan sebagian kisah ini pada Dani dan Dika. Ada beberapa hal, yang sudah saya lakukan dengan benar. Akan tetapi ada juga tindakan saya yang memalukan untuk diakui. Membaca buku ini membuat saya semakin menyadari bahwa pola asuh kita terhadap anak, akan menentukan keberhasilan si anak tersebut.

Kelebihan Buku Totto-chan
Tetsuko Kuroyanagi menuliskan kisahnya melalui sudut pandang anak-anak. Kisah-kisah dalam buku ini begitu sederhana tapi sarat makna. Saya membacanya hingga berkali-kali, tapi tetap menemukan keasyikan di setiap halamannya.

Kekurangan Buku Totto-chan
Saya tidak melihat kekurangannya, maklum reviewer pemula. Hanya satu yang saya kurang setuju, adalah ketika anak-anak berenang tanpa baju renang, dan bercampur antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, saya tidak akan membahas ini terlalu mendalam karena menyangkut keyakinan masing-masing. Toh, tidak ada yang memaksa kita untuk meniru semuanya, bukan?

Nilai
Saya memberi nilai 90 untuk buku ini, dan merekomendasikannya untuk teman-teman yang mungkin menemui anak-anak berkarakter istimewa seperti Totto-chan. Menurut saya, buku ini sangat layak untuk dibaca.

========
Ada kutipan menarik dari sub bab Catatan Akhir, halaman 254:
...
Kalau ibuku berkata begitu padaku, aku pasti akan merasa gugup dan merasa tidak berguna ketika masuk ke gerbang Tomue Gakuen pada hari pertamaku di sana. Gerbang yang hidup, berdaun dan berakar, dan kelas-kelas dalam gerbong kereta api takkan terlihat menyenangkan di mataku. Betapa beruntungnya aku punya ibu seperti ibuku.
...
   
Dari kutipan di atas saya melihat betapa hebat Mama mendampingi Totto-chan. Mama tidak pernah mengatakan bahwa totto-chan dikeluarkan dari sekolah, bahwa Totto-chan sangat merepotkan di sekolah yang lama, bahwa Mama sering dipanggil ke sekolah karena guru mengeluh dengan kelakuan Totto-chan. Hingga akhirnya Totto-chan menemukan Tomoe Gakuen dan Mr. Sosaku Kobayashi, sang kepala sekolah dengan metode pendidikan tidak biasa, membuat anak didiknya menjadi luar biasa.


#NAD_30HariMenulis2020
#Hari_ke_15
#NomorAbsen_118
Jumlah kata: 993

Menikmati Serunya #SuamiIstriMasak Bersama Kecap ABC

Menikmatinya Serunya #SuamiIstriMasak Bersama Kecap ABC   Saya dan suami merupakan generasi perantau. Suami bahkan lebih dulu merantau ke ib...